Jumat, 19 Oktober 2012

Asmaaul Husna

 

Ar-Raqib, Yang Maha Mengawasi

 

Syaikh ‘Abdurrahmân as-Sa'di rahimahullah berkata, " Murâqabatullâh (selalu merasakan pengawasan Allâh Azza wa Jalla) adalah termasuk amalan hati yang paling tinggi (keutamaannya dalam Islam), yaitu menghambakan diri (beribadah) kepada Allâh dengan (memahami dan mengamalkan makna yang terkandung dalam) nama-Nya ar-Raqîb (Yang Maha Mengawasi) dan asy-Syahîd (Yang Maha Menyaksikan). Maka ketika seorang hamba mengetahui (meyakini) bahwa semua gerakan (aktifitas)nya yang lahir maupun batin, tidak ada (satu pun) yang luput dari pengetahuan-Nya, dan dia (senantiasa) menghadirkan keyakinan ini dalam semua keadaannya, ini (semua) akan menjadikannya (selalu berusaha) menjaga batin (hati)nya dari (semua) pikiran (buruk) dan angan-angan yang dibenci Allâh Azza wa Jalla , menjaga lahir (anggota badan)nya dari (semua) ucapan dan perbuatan yang dimurkai Allâh Azza wa Jalla , dan akan beribadah (mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla ) dengan al-ihsân. Dengan itu, maka ia akan beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla seakan-akan melihat-Nya, kalau tidak bisa melihat-Nya maka ia (yakin) sesungguhnya Allâh melihatnya". Kalau kita merenungkan dengan seksama ayat-ayat al-Qur'ân yang menerangkan luasnya ilmu Allâh Azza wa Jalla dan bahwasanya tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan dan pengawasan-Nya, baik yang tampak di mata manusia maupun tersembunyi.

Al-'Afuw, Maha Pemaaf

 

Renungkan makna yang agung ini dalam hadits qudsi berikut: "Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman: "Seorang hamba melakukan perbuatan dosa, kemudian dia berdoa: "Ya Allah ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya rabbku ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya Tuhanku ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa, berbuatlah sesukamu wahai hamba-Ku, maka sungguh Aku telah mengampunimu" . Yaitu: "selama kamu terus bertobat, memohon dan kembali kepada-Ku".

Al-Ghaniy, Maha Kaya

 

Al-Ghaniy merupakan salah satu nama Allah Azza wa Jalla yang sangat indah. Keindahannya terletak pada nama dan makna-Nya. Nama ini, sebagaimana nama-nama Allah Azza wa Jalla lainnya, juga menunjukkan sifat kesempurnaan bagi Allah Azza wa Jalla , yaitu Kesempurnaan yang tidak mengandung unsur kelemahan sedikitpun ditinjau dari semua sudutnya. Para ulama yang menghimpun nama-nama Allah Azza wa Jalla , mencantumkan nama ini di dalam kitab mereka. Imam al-Baihaqi (wafat th.458 H) memasukkannya ke dalam bab nama-nama Allah Azza wa Jalla yang penekanannya meniadakan penyerupaan antara Allah Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya. Sebagai dalil bahwa al-Ghaniy merupakan nama Allah Azza wa Jalla . beliau membawakan firman Allah Azza wa Jalla : "Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan(Nya)". Selanjutnya, beliau rahimahullah membawakan perkataan al-Hulaimi tentang makna nama al-Ghaniy, yaitu: Bahwa Allah Azza wa Jalla Maha sempurna dengan apa yang Dia miliki dan apa yang ada disisi-Nya, Sehingga Dia tidak butuh kepada selain-Nya. Sifat tidak membutuhkan inilah yang menjadi sifat Allah Azza wa Jalla , dan sifat membutuhkan adalah sifat kekurangan. Seseorang yang membutuhkan adalah seseorang yang memerlukan apa yang dibutuhkannya hingga dapat ia capai dan ia raih.

Syarah Nama Allah, Asy-Syakûr

 

Begitu pula pujian Allah kepada para nabi dan rasul, mereka adalah orang-orang yang telah diberi petunjuk dan dipilih Allah. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud dan menangis. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya, yang artinya: Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh ahlinya untuk (menegakkan) shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya. Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud dan menangis". Demikian pula pujian Allah terhadap para sahabat, bahwa mereka bersikap keras tarhadap musuh-musuh Allah, tetapi berkasih sayang terhadap sesama muslim. Mereka orang-orang yang banyak ruku' dan sujud dalam mencari dan keridhaan Allah, sehingga memberi bekas pada wajah mereka.

Al-Qâbidh Dan Al-Bâsith Dua Di Antara Nama Allah Yang Indah



Karena al-Qâbidh dan al-Bâsith merupakan nama Allah Azza wa Jalla , maka sepantasnya setiap muslim mengenalnya dan memahami serta menghayati ma’nanya. Yaitu bahwa setiap rizki dan setiap kemudahan dalam hal apa saja, hanya datang dari Allah Azza wa Jalla. Dan hanya milik Allah Asma-ul Husna (nama-nama yang sangat indah), maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna itu. Berarti ia telah berdoa, dalam arti seluas-luasnya kepada Allah, meliputi doa permohonan dan doa peribadatan lain, dengan menyebut atau mengingat nama-nama Allah sesuai dengan tuntutan ma’nanya. Wallahu A’lam. Yang tidak kalah pentingnya, tidak mendendangkan Asmâ’ul Husnâ dalam lagu-lagu dan main-main, apalagi dalam suasana ikhtilâth (campur) antara laki-laki dan perempuan. Tetapi dengan sungguh-sungguh, khusyu’ dan tawadhu’. Dan tidak harus pula menyebutkan Asmâ’ul husnâ itu secara keseluruhan sebanyak sembilan puluh sembilan nama secara berurutan. Sebab tidak ada nash yang shahih yang menyebutkan sembilan puluh sembilan nama itu secara berurut. Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Tidak benar adanya penentuan urut-urutan nama-nama Allah ini dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hadits yang diriwayatkan dari Nabi n tentang penentuan urut-urutan ini lemah”.

Syarah Nama Allah Al-Fattâh



Tentang nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala , ada beberapa hal yang harus kita pahami sebagaimana terdapat pada ayat di atas. Pertama : Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama yang sangat mulia lagi indah. Barang siapa yang tidak meyakini nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka orang tersebut tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala secara utuh dan benar. Bila kita perhatikan, begitu banyak ayat Al-Qur`ân yang ditutup dengan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala . Dan makna nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut sangat erat hubungannya dengan konteks ayat itu sendiri. Kedua : Nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut menggandung makna yang sangat sempurna yang disebut sifat. Orang yang tidak meyakini tentang sifat yang terkandumg dalam nama-nama Allah berarti ia telah melakukan penyimpangan dalam beriman kepada Allah. Ketiga : Berdoa dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan nama-nama mulia itu. Untuk mencapai kesempurnaan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , ialah dengan memahami makna nama-mana Allah tersebut. Sehingga menghadirkan rasa khusyu' dalam beribadah, karena saat beribadah seolah-olah kita melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau kita merasa sedang dilihat oleh-Nya.

Ar-Raqib, Yang Maha Mengawasi

 

Syaikh ‘Abdurrahmân as-Sa'di rahimahullah berkata, " Murâqabatullâh (selalu merasakan pengawasan Allâh Azza wa Jalla) adalah termasuk amalan hati yang paling tinggi (keutamaannya dalam Islam), yaitu menghambakan diri (beribadah) kepada Allâh dengan (memahami dan mengamalkan makna yang terkandung dalam) nama-Nya ar-Raqîb (Yang Maha Mengawasi) dan asy-Syahîd (Yang Maha Menyaksikan). Maka ketika seorang hamba mengetahui (meyakini) bahwa semua gerakan (aktifitas)nya yang lahir maupun batin, tidak ada (satu pun) yang luput dari pengetahuan-Nya, dan dia (senantiasa) menghadirkan keyakinan ini dalam semua keadaannya, ini (semua) akan menjadikannya (selalu berusaha) menjaga batin (hati)nya dari (semua) pikiran (buruk) dan angan-angan yang dibenci Allâh Azza wa Jalla , menjaga lahir (anggota badan)nya dari (semua) ucapan dan perbuatan yang dimurkai Allâh Azza wa Jalla , dan akan beribadah (mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla ) dengan al-ihsân. Dengan itu, maka ia akan beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla seakan-akan melihat-Nya, kalau tidak bisa melihat-Nya maka ia (yakin) sesungguhnya Allâh melihatnya". Kalau kita merenungkan dengan seksama ayat-ayat al-Qur'ân yang menerangkan luasnya ilmu Allâh Azza wa Jalla dan bahwasanya tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan dan pengawasan-Nya, baik yang tampak di mata manusia maupun tersembunyi.

Al-'Afuw, Maha Pemaaf

 

Renungkan makna yang agung ini dalam hadits qudsi berikut: "Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman: "Seorang hamba melakukan perbuatan dosa, kemudian dia berdoa: "Ya Allah ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya rabbku ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya Tuhanku ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa, berbuatlah sesukamu wahai hamba-Ku, maka sungguh Aku telah mengampunimu" . Yaitu: "selama kamu terus bertobat, memohon dan kembali kepada-Ku".

Al-Ghaniy, Maha Kaya

 

Al-Ghaniy merupakan salah satu nama Allah Azza wa Jalla yang sangat indah. Keindahannya terletak pada nama dan makna-Nya. Nama ini, sebagaimana nama-nama Allah Azza wa Jalla lainnya, juga menunjukkan sifat kesempurnaan bagi Allah Azza wa Jalla , yaitu Kesempurnaan yang tidak mengandung unsur kelemahan sedikitpun ditinjau dari semua sudutnya. Para ulama yang menghimpun nama-nama Allah Azza wa Jalla , mencantumkan nama ini di dalam kitab mereka. Imam al-Baihaqi (wafat th.458 H) memasukkannya ke dalam bab nama-nama Allah Azza wa Jalla yang penekanannya meniadakan penyerupaan antara Allah Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya. Sebagai dalil bahwa al-Ghaniy merupakan nama Allah Azza wa Jalla . beliau membawakan firman Allah Azza wa Jalla : "Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan(Nya)". Selanjutnya, beliau rahimahullah membawakan perkataan al-Hulaimi tentang makna nama al-Ghaniy, yaitu: Bahwa Allah Azza wa Jalla Maha sempurna dengan apa yang Dia miliki dan apa yang ada disisi-Nya, Sehingga Dia tidak butuh kepada selain-Nya. Sifat tidak membutuhkan inilah yang menjadi sifat Allah Azza wa Jalla , dan sifat membutuhkan adalah sifat kekurangan. Seseorang yang membutuhkan adalah seseorang yang memerlukan apa yang dibutuhkannya hingga dapat ia capai dan ia raih.

Syarah Nama Allah, Asy-Syakûr

 

Begitu pula pujian Allah kepada para nabi dan rasul, mereka adalah orang-orang yang telah diberi petunjuk dan dipilih Allah. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud dan menangis. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya, yang artinya: Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh ahlinya untuk (menegakkan) shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya. Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud dan menangis". Demikian pula pujian Allah terhadap para sahabat, bahwa mereka bersikap keras tarhadap musuh-musuh Allah, tetapi berkasih sayang terhadap sesama muslim. Mereka orang-orang yang banyak ruku' dan sujud dalam mencari dan keridhaan Allah, sehingga memberi bekas pada wajah mereka.

Al-Qâbidh Dan Al-Bâsith Dua Di Antara Nama Allah Yang Indah

 
 Karena al-Qâbidh dan al-Bâsith merupakan nama Allah Azza wa Jalla , maka sepantasnya setiap muslim mengenalnya dan memahami serta menghayati ma’nanya. Yaitu bahwa setiap rizki dan setiap kemudahan dalam hal apa saja, hanya datang dari Allah Azza wa Jalla. Dan hanya milik Allah Asma-ul Husna (nama-nama yang sangat indah), maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna itu. Berarti ia telah berdoa, dalam arti seluas-luasnya kepada Allah, meliputi doa permohonan dan doa peribadatan lain, dengan menyebut atau mengingat nama-nama Allah sesuai dengan tuntutan ma’nanya. Wallahu A’lam. Yang tidak kalah pentingnya, tidak mendendangkan Asmâ’ul Husnâ dalam lagu-lagu dan main-main, apalagi dalam suasana ikhtilâth (campur) antara laki-laki dan perempuan. Tetapi dengan sungguh-sungguh, khusyu’ dan tawadhu’. Dan tidak harus pula menyebutkan Asmâ’ul husnâ itu secara keseluruhan sebanyak sembilan puluh sembilan nama secara berurutan. Sebab tidak ada nash yang shahih yang menyebutkan sembilan puluh sembilan nama itu secara berurut. Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Tidak benar adanya penentuan urut-urutan nama-nama Allah ini dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hadits yang diriwayatkan dari Nabi n tentang penentuan urut-urutan ini lemah”.


Syarah Nama Allah Al-Fattâh

 

Tentang nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala , ada beberapa hal yang harus kita pahami sebagaimana terdapat pada ayat di atas. Pertama : Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama yang sangat mulia lagi indah. Barang siapa yang tidak meyakini nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka orang tersebut tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala secara utuh dan benar. Bila kita perhatikan, begitu banyak ayat Al-Qur`ân yang ditutup dengan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala . Dan makna nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut sangat erat hubungannya dengan konteks ayat itu sendiri. Kedua : Nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut menggandung makna yang sangat sempurna yang disebut sifat. Orang yang tidak meyakini tentang sifat yang terkandumg dalam nama-nama Allah berarti ia telah melakukan penyimpangan dalam beriman kepada Allah. Ketiga : Berdoa dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan nama-nama mulia itu. Untuk mencapai kesempurnaan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , ialah dengan memahami makna nama-mana Allah tersebut. Sehingga menghadirkan rasa khusyu' dalam beribadah, karena saat beribadah seolah-olah kita melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau kita merasa sedang dilihat oleh-Nya.

Ar-Raqib, Yang Maha Mengawasi

 

Syaikh ‘Abdurrahmân as-Sa'di rahimahullah berkata, " Murâqabatullâh (selalu merasakan pengawasan Allâh Azza wa Jalla) adalah termasuk amalan hati yang paling tinggi (keutamaannya dalam Islam), yaitu menghambakan diri (beribadah) kepada Allâh dengan (memahami dan mengamalkan makna yang terkandung dalam) nama-Nya ar-Raqîb (Yang Maha Mengawasi) dan asy-Syahîd (Yang Maha Menyaksikan). Maka ketika seorang hamba mengetahui (meyakini) bahwa semua gerakan (aktifitas)nya yang lahir maupun batin, tidak ada (satu pun) yang luput dari pengetahuan-Nya, dan dia (senantiasa) menghadirkan keyakinan ini dalam semua keadaannya, ini (semua) akan menjadikannya (selalu berusaha) menjaga batin (hati)nya dari (semua) pikiran (buruk) dan angan-angan yang dibenci Allâh Azza wa Jalla , menjaga lahir (anggota badan)nya dari (semua) ucapan dan perbuatan yang dimurkai Allâh Azza wa Jalla , dan akan beribadah (mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla ) dengan al-ihsân. Dengan itu, maka ia akan beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla seakan-akan melihat-Nya, kalau tidak bisa melihat-Nya maka ia (yakin) sesungguhnya Allâh melihatnya". Kalau kita merenungkan dengan seksama ayat-ayat al-Qur'ân yang menerangkan luasnya ilmu Allâh Azza wa Jalla dan bahwasanya tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan dan pengawasan-Nya, baik yang tampak di mata manusia maupun tersembunyi.

Al-'Afuw, Maha Pemaaf

 

Renungkan makna yang agung ini dalam hadits qudsi berikut: "Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman: "Seorang hamba melakukan perbuatan dosa, kemudian dia berdoa: "Ya Allah ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya rabbku ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya Tuhanku ampunilah dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan dosa, berbuatlah sesukamu wahai hamba-Ku, maka sungguh Aku telah mengampunimu" . Yaitu: "selama kamu terus bertobat, memohon dan kembali kepada-Ku".

Al-Ghaniy, Maha Kaya

 

Al-Ghaniy merupakan salah satu nama Allah Azza wa Jalla yang sangat indah. Keindahannya terletak pada nama dan makna-Nya. Nama ini, sebagaimana nama-nama Allah Azza wa Jalla lainnya, juga menunjukkan sifat kesempurnaan bagi Allah Azza wa Jalla , yaitu Kesempurnaan yang tidak mengandung unsur kelemahan sedikitpun ditinjau dari semua sudutnya. Para ulama yang menghimpun nama-nama Allah Azza wa Jalla , mencantumkan nama ini di dalam kitab mereka. Imam al-Baihaqi (wafat th.458 H) memasukkannya ke dalam bab nama-nama Allah Azza wa Jalla yang penekanannya meniadakan penyerupaan antara Allah Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya. Sebagai dalil bahwa al-Ghaniy merupakan nama Allah Azza wa Jalla . beliau membawakan firman Allah Azza wa Jalla : "Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan(Nya)". Selanjutnya, beliau rahimahullah membawakan perkataan al-Hulaimi tentang makna nama al-Ghaniy, yaitu: Bahwa Allah Azza wa Jalla Maha sempurna dengan apa yang Dia miliki dan apa yang ada disisi-Nya, Sehingga Dia tidak butuh kepada selain-Nya. Sifat tidak membutuhkan inilah yang menjadi sifat Allah Azza wa Jalla , dan sifat membutuhkan adalah sifat kekurangan. Seseorang yang membutuhkan adalah seseorang yang memerlukan apa yang dibutuhkannya hingga dapat ia capai dan ia raih.

Syarah Nama Allah, Asy-Syakûr

 

Begitu pula pujian Allah kepada para nabi dan rasul, mereka adalah orang-orang yang telah diberi petunjuk dan dipilih Allah. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud dan menangis. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya, yang artinya: Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh ahlinya untuk (menegakkan) shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya. Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud dan menangis". Demikian pula pujian Allah terhadap para sahabat, bahwa mereka bersikap keras tarhadap musuh-musuh Allah, tetapi berkasih sayang terhadap sesama muslim. Mereka orang-orang yang banyak ruku' dan sujud dalam mencari dan keridhaan Allah, sehingga memberi bekas pada wajah mereka.

Al-Qâbidh Dan Al-Bâsith Dua Di Antara Nama Allah Yang Indah

 

Karena al-Qâbidh dan al-Bâsith merupakan nama Allah Azza wa Jalla , maka sepantasnya setiap muslim mengenalnya dan memahami serta menghayati ma’nanya. Yaitu bahwa setiap rizki dan setiap kemudahan dalam hal apa saja, hanya datang dari Allah Azza wa Jalla. Dan hanya milik Allah Asma-ul Husna (nama-nama yang sangat indah), maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna itu. Berarti ia telah berdoa, dalam arti seluas-luasnya kepada Allah, meliputi doa permohonan dan doa peribadatan lain, dengan menyebut atau mengingat nama-nama Allah sesuai dengan tuntutan ma’nanya. Wallahu A’lam. Yang tidak kalah pentingnya, tidak mendendangkan Asmâ’ul Husnâ dalam lagu-lagu dan main-main, apalagi dalam suasana ikhtilâth (campur) antara laki-laki dan perempuan. Tetapi dengan sungguh-sungguh, khusyu’ dan tawadhu’. Dan tidak harus pula menyebutkan Asmâ’ul husnâ itu secara keseluruhan sebanyak sembilan puluh sembilan nama secara berurutan. Sebab tidak ada nash yang shahih yang menyebutkan sembilan puluh sembilan nama itu secara berurut. Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Tidak benar adanya penentuan urut-urutan nama-nama Allah ini dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hadits yang diriwayatkan dari Nabi n tentang penentuan urut-urutan ini lemah”.

Syarah Nama Allah Al-Fattâh

 

Tentang nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala , ada beberapa hal yang harus kita pahami sebagaimana terdapat pada ayat di atas. Pertama : Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama yang sangat mulia lagi indah. Barang siapa yang tidak meyakini nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka orang tersebut tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala secara utuh dan benar. Bila kita perhatikan, begitu banyak ayat Al-Qur`ân yang ditutup dengan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala . Dan makna nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut sangat erat hubungannya dengan konteks ayat itu sendiri. Kedua : Nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut menggandung makna yang sangat sempurna yang disebut sifat. Orang yang tidak meyakini tentang sifat yang terkandumg dalam nama-nama Allah berarti ia telah melakukan penyimpangan dalam beriman kepada Allah. Ketiga : Berdoa dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan nama-nama mulia itu. Untuk mencapai kesempurnaan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , ialah dengan memahami makna nama-mana Allah tersebut. Sehingga menghadirkan rasa khusyu' dalam beribadah, karena saat beribadah seolah-olah kita melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau kita merasa sedang dilihat oleh-Nya.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS