Syaikh ‘Abdurrahmân as-Sa'di rahimahullah berkata, " Murâqabatullâh
(selalu merasakan pengawasan Allâh Azza wa Jalla) adalah termasuk amalan
hati yang paling tinggi (keutamaannya dalam Islam), yaitu menghambakan
diri (beribadah) kepada Allâh dengan (memahami dan mengamalkan makna
yang terkandung dalam) nama-Nya ar-Raqîb (Yang Maha Mengawasi) dan
asy-Syahîd (Yang Maha Menyaksikan). Maka ketika seorang hamba mengetahui
(meyakini) bahwa semua gerakan (aktifitas)nya yang lahir maupun batin,
tidak ada (satu pun) yang luput dari pengetahuan-Nya, dan dia
(senantiasa) menghadirkan keyakinan ini dalam semua keadaannya, ini
(semua) akan menjadikannya (selalu berusaha) menjaga batin (hati)nya
dari (semua) pikiran (buruk) dan angan-angan yang dibenci Allâh Azza wa
Jalla , menjaga lahir (anggota badan)nya dari (semua) ucapan dan
perbuatan yang dimurkai Allâh Azza wa Jalla , dan akan beribadah
(mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla ) dengan al-ihsân. Dengan
itu, maka ia akan beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla seakan-akan
melihat-Nya, kalau tidak bisa melihat-Nya maka ia (yakin) sesungguhnya
Allâh melihatnya". Kalau kita merenungkan dengan seksama ayat-ayat
al-Qur'ân yang menerangkan luasnya ilmu Allâh Azza wa Jalla dan
bahwasanya tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan dan
pengawasan-Nya, baik yang tampak di mata manusia maupun tersembunyi.
Renungkan makna yang agung ini dalam hadits qudsi berikut: "Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman: "Seorang hamba melakukan perbuatan
dosa, kemudian dia berdoa: "Ya Allah ampunilah dosaku". Maka Allah Azza
wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini
bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan
dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba
itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya rabbku ampunilah dosaku". Maka
Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia
meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas
perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya),
kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya Tuhanku ampunilah
dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat
dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha)
Mengampuni dan membalas perbuatan dosa, berbuatlah sesukamu wahai
hamba-Ku, maka sungguh Aku telah mengampunimu" . Yaitu: "selama kamu
terus bertobat, memohon dan kembali kepada-Ku".
Al-Ghaniy merupakan salah satu nama Allah Azza wa Jalla yang sangat
indah. Keindahannya terletak pada nama dan makna-Nya. Nama ini,
sebagaimana nama-nama Allah Azza wa Jalla lainnya, juga menunjukkan
sifat kesempurnaan bagi Allah Azza wa Jalla , yaitu Kesempurnaan yang
tidak mengandung unsur kelemahan sedikitpun ditinjau dari semua
sudutnya. Para ulama yang menghimpun nama-nama Allah Azza wa Jalla ,
mencantumkan nama ini di dalam kitab mereka. Imam al-Baihaqi (wafat
th.458 H) memasukkannya ke dalam bab nama-nama Allah Azza wa Jalla yang
penekanannya meniadakan penyerupaan antara Allah Azza wa Jalla dengan
makhluk-Nya. Sebagai dalil bahwa al-Ghaniy merupakan nama Allah Azza wa
Jalla . beliau membawakan firman Allah Azza wa Jalla : "Dan Allah-lah
yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan(Nya)".
Selanjutnya, beliau rahimahullah membawakan perkataan al-Hulaimi tentang
makna nama al-Ghaniy, yaitu: Bahwa Allah Azza wa Jalla Maha sempurna
dengan apa yang Dia miliki dan apa yang ada disisi-Nya, Sehingga Dia
tidak butuh kepada selain-Nya. Sifat tidak membutuhkan inilah yang
menjadi sifat Allah Azza wa Jalla , dan sifat membutuhkan adalah sifat
kekurangan. Seseorang yang membutuhkan adalah seseorang yang memerlukan
apa yang dibutuhkannya hingga dapat ia capai dan ia raih.
Begitu pula pujian Allah kepada para nabi dan rasul, mereka adalah
orang-orang yang telah diberi petunjuk dan dipilih Allah. Apabila
dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud
dan menangis. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya,
yang artinya: Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail
(yang tersebut) di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang
benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh
ahlinya untuk (menegakkan) shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah
seorang yang diridhai di sisi Rabbnya. Dan ceritakanlah (hai Muhammad
kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur`an.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.
Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah
orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari
keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan
dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami
beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah
Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud dan
menangis". Demikian pula pujian Allah terhadap para sahabat, bahwa
mereka bersikap keras tarhadap musuh-musuh Allah, tetapi berkasih sayang
terhadap sesama muslim. Mereka orang-orang yang banyak ruku' dan sujud
dalam mencari dan keridhaan Allah, sehingga memberi bekas pada wajah
mereka.
Karena al-Qâbidh dan al-Bâsith merupakan nama Allah Azza wa Jalla , maka
sepantasnya setiap muslim mengenalnya dan memahami serta menghayati
ma’nanya. Yaitu bahwa setiap rizki dan setiap kemudahan dalam hal apa
saja, hanya datang dari Allah Azza wa Jalla. Dan hanya milik Allah
Asma-ul Husna (nama-nama yang sangat indah), maka berdoalah kepada-Nya
dengan menyebut Asma-ul Husna itu. Berarti ia telah berdoa, dalam arti
seluas-luasnya kepada Allah, meliputi doa permohonan dan doa peribadatan
lain, dengan menyebut atau mengingat nama-nama Allah sesuai dengan
tuntutan ma’nanya. Wallahu A’lam. Yang tidak kalah pentingnya, tidak
mendendangkan Asmâ’ul Husnâ dalam lagu-lagu dan main-main, apalagi dalam
suasana ikhtilâth (campur) antara laki-laki dan perempuan. Tetapi
dengan sungguh-sungguh, khusyu’ dan tawadhu’. Dan tidak harus pula
menyebutkan Asmâ’ul husnâ itu secara keseluruhan sebanyak sembilan puluh
sembilan nama secara berurutan. Sebab tidak ada nash yang shahih yang
menyebutkan sembilan puluh sembilan nama itu secara berurut. Syaikh
Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Tidak benar
adanya penentuan urut-urutan nama-nama Allah ini dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. Hadits yang diriwayatkan dari Nabi n tentang
penentuan urut-urutan ini lemah”.
Tentang nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala , ada beberapa hal yang
harus kita pahami sebagaimana terdapat pada ayat di atas. Pertama :
Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama yang sangat
mulia lagi indah. Barang siapa yang tidak meyakini nama-nama Allah
Subhanahu wa Ta’ala , maka orang tersebut tidak beriman kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala secara utuh dan benar. Bila kita perhatikan, begitu
banyak ayat Al-Qur`ân yang ditutup dengan nama-nama Allah Subhanahu wa
Ta’ala . Dan makna nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut sangat
erat hubungannya dengan konteks ayat itu sendiri. Kedua : Nama-nama
Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut menggandung makna yang sangat
sempurna yang disebut sifat. Orang yang tidak meyakini tentang sifat
yang terkandumg dalam nama-nama Allah berarti ia telah melakukan
penyimpangan dalam beriman kepada Allah. Ketiga : Berdoa dan beribadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan nama-nama mulia itu. Untuk
mencapai kesempurnaan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ,
ialah dengan memahami makna nama-mana Allah tersebut. Sehingga
menghadirkan rasa khusyu' dalam beribadah, karena saat beribadah
seolah-olah kita melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau kita merasa
sedang dilihat oleh-Nya.
Syaikh ‘Abdurrahmân as-Sa'di rahimahullah berkata, " Murâqabatullâh
(selalu merasakan pengawasan Allâh Azza wa Jalla) adalah termasuk amalan
hati yang paling tinggi (keutamaannya dalam Islam), yaitu menghambakan
diri (beribadah) kepada Allâh dengan (memahami dan mengamalkan makna
yang terkandung dalam) nama-Nya ar-Raqîb (Yang Maha Mengawasi) dan
asy-Syahîd (Yang Maha Menyaksikan). Maka ketika seorang hamba mengetahui
(meyakini) bahwa semua gerakan (aktifitas)nya yang lahir maupun batin,
tidak ada (satu pun) yang luput dari pengetahuan-Nya, dan dia
(senantiasa) menghadirkan keyakinan ini dalam semua keadaannya, ini
(semua) akan menjadikannya (selalu berusaha) menjaga batin (hati)nya
dari (semua) pikiran (buruk) dan angan-angan yang dibenci Allâh Azza wa
Jalla , menjaga lahir (anggota badan)nya dari (semua) ucapan dan
perbuatan yang dimurkai Allâh Azza wa Jalla , dan akan beribadah
(mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla ) dengan al-ihsân. Dengan
itu, maka ia akan beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla seakan-akan
melihat-Nya, kalau tidak bisa melihat-Nya maka ia (yakin) sesungguhnya
Allâh melihatnya". Kalau kita merenungkan dengan seksama ayat-ayat
al-Qur'ân yang menerangkan luasnya ilmu Allâh Azza wa Jalla dan
bahwasanya tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan dan
pengawasan-Nya, baik yang tampak di mata manusia maupun tersembunyi.
Renungkan makna yang agung ini dalam hadits qudsi berikut: "Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman: "Seorang hamba melakukan perbuatan
dosa, kemudian dia berdoa: "Ya Allah ampunilah dosaku". Maka Allah Azza
wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini
bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan
dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba
itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya rabbku ampunilah dosaku". Maka
Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia
meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas
perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya),
kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya Tuhanku ampunilah
dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat
dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha)
Mengampuni dan membalas perbuatan dosa, berbuatlah sesukamu wahai
hamba-Ku, maka sungguh Aku telah mengampunimu" . Yaitu: "selama kamu
terus bertobat, memohon dan kembali kepada-Ku".
Al-Ghaniy merupakan salah satu nama Allah Azza wa Jalla yang sangat
indah. Keindahannya terletak pada nama dan makna-Nya. Nama ini,
sebagaimana nama-nama Allah Azza wa Jalla lainnya, juga menunjukkan
sifat kesempurnaan bagi Allah Azza wa Jalla , yaitu Kesempurnaan yang
tidak mengandung unsur kelemahan sedikitpun ditinjau dari semua
sudutnya. Para ulama yang menghimpun nama-nama Allah Azza wa Jalla ,
mencantumkan nama ini di dalam kitab mereka. Imam al-Baihaqi (wafat
th.458 H) memasukkannya ke dalam bab nama-nama Allah Azza wa Jalla yang
penekanannya meniadakan penyerupaan antara Allah Azza wa Jalla dengan
makhluk-Nya. Sebagai dalil bahwa al-Ghaniy merupakan nama Allah Azza wa
Jalla . beliau membawakan firman Allah Azza wa Jalla : "Dan Allah-lah
yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan(Nya)".
Selanjutnya, beliau rahimahullah membawakan perkataan al-Hulaimi tentang
makna nama al-Ghaniy, yaitu: Bahwa Allah Azza wa Jalla Maha sempurna
dengan apa yang Dia miliki dan apa yang ada disisi-Nya, Sehingga Dia
tidak butuh kepada selain-Nya. Sifat tidak membutuhkan inilah yang
menjadi sifat Allah Azza wa Jalla , dan sifat membutuhkan adalah sifat
kekurangan. Seseorang yang membutuhkan adalah seseorang yang memerlukan
apa yang dibutuhkannya hingga dapat ia capai dan ia raih.
Begitu pula pujian Allah kepada para nabi dan rasul, mereka adalah
orang-orang yang telah diberi petunjuk dan dipilih Allah. Apabila
dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud
dan menangis. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya,
yang artinya: Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail
(yang tersebut) di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang
benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh
ahlinya untuk (menegakkan) shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah
seorang yang diridhai di sisi Rabbnya. Dan ceritakanlah (hai Muhammad
kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur`an.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.
Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah
orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari
keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan
dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami
beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah
Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud dan
menangis". Demikian pula pujian Allah terhadap para sahabat, bahwa
mereka bersikap keras tarhadap musuh-musuh Allah, tetapi berkasih sayang
terhadap sesama muslim. Mereka orang-orang yang banyak ruku' dan sujud
dalam mencari dan keridhaan Allah, sehingga memberi bekas pada wajah
mereka.
Karena al-Qâbidh dan al-Bâsith merupakan nama Allah Azza wa Jalla , maka
sepantasnya setiap muslim mengenalnya dan memahami serta menghayati
ma’nanya. Yaitu bahwa setiap rizki dan setiap kemudahan dalam hal apa
saja, hanya datang dari Allah Azza wa Jalla. Dan hanya milik Allah
Asma-ul Husna (nama-nama yang sangat indah), maka berdoalah kepada-Nya
dengan menyebut Asma-ul Husna itu. Berarti ia telah berdoa, dalam arti
seluas-luasnya kepada Allah, meliputi doa permohonan dan doa peribadatan
lain, dengan menyebut atau mengingat nama-nama Allah sesuai dengan
tuntutan ma’nanya. Wallahu A’lam. Yang tidak kalah pentingnya, tidak
mendendangkan Asmâ’ul Husnâ dalam lagu-lagu dan main-main, apalagi dalam
suasana ikhtilâth (campur) antara laki-laki dan perempuan. Tetapi
dengan sungguh-sungguh, khusyu’ dan tawadhu’. Dan tidak harus pula
menyebutkan Asmâ’ul husnâ itu secara keseluruhan sebanyak sembilan puluh
sembilan nama secara berurutan. Sebab tidak ada nash yang shahih yang
menyebutkan sembilan puluh sembilan nama itu secara berurut. Syaikh
Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Tidak benar
adanya penentuan urut-urutan nama-nama Allah ini dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. Hadits yang diriwayatkan dari Nabi n tentang
penentuan urut-urutan ini lemah”.
Tentang nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala , ada beberapa hal yang
harus kita pahami sebagaimana terdapat pada ayat di atas. Pertama :
Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama yang sangat
mulia lagi indah. Barang siapa yang tidak meyakini nama-nama Allah
Subhanahu wa Ta’ala , maka orang tersebut tidak beriman kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala secara utuh dan benar. Bila kita perhatikan, begitu
banyak ayat Al-Qur`ân yang ditutup dengan nama-nama Allah Subhanahu wa
Ta’ala . Dan makna nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut sangat
erat hubungannya dengan konteks ayat itu sendiri. Kedua : Nama-nama
Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut menggandung makna yang sangat
sempurna yang disebut sifat. Orang yang tidak meyakini tentang sifat
yang terkandumg dalam nama-nama Allah berarti ia telah melakukan
penyimpangan dalam beriman kepada Allah. Ketiga : Berdoa dan beribadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan nama-nama mulia itu. Untuk
mencapai kesempurnaan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ,
ialah dengan memahami makna nama-mana Allah tersebut. Sehingga
menghadirkan rasa khusyu' dalam beribadah, karena saat beribadah
seolah-olah kita melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau kita merasa
sedang dilihat oleh-Nya.
Syaikh ‘Abdurrahmân as-Sa'di rahimahullah berkata, " Murâqabatullâh
(selalu merasakan pengawasan Allâh Azza wa Jalla) adalah termasuk amalan
hati yang paling tinggi (keutamaannya dalam Islam), yaitu menghambakan
diri (beribadah) kepada Allâh dengan (memahami dan mengamalkan makna
yang terkandung dalam) nama-Nya ar-Raqîb (Yang Maha Mengawasi) dan
asy-Syahîd (Yang Maha Menyaksikan). Maka ketika seorang hamba mengetahui
(meyakini) bahwa semua gerakan (aktifitas)nya yang lahir maupun batin,
tidak ada (satu pun) yang luput dari pengetahuan-Nya, dan dia
(senantiasa) menghadirkan keyakinan ini dalam semua keadaannya, ini
(semua) akan menjadikannya (selalu berusaha) menjaga batin (hati)nya
dari (semua) pikiran (buruk) dan angan-angan yang dibenci Allâh Azza wa
Jalla , menjaga lahir (anggota badan)nya dari (semua) ucapan dan
perbuatan yang dimurkai Allâh Azza wa Jalla , dan akan beribadah
(mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla ) dengan al-ihsân. Dengan
itu, maka ia akan beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla seakan-akan
melihat-Nya, kalau tidak bisa melihat-Nya maka ia (yakin) sesungguhnya
Allâh melihatnya". Kalau kita merenungkan dengan seksama ayat-ayat
al-Qur'ân yang menerangkan luasnya ilmu Allâh Azza wa Jalla dan
bahwasanya tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan dan
pengawasan-Nya, baik yang tampak di mata manusia maupun tersembunyi.
Renungkan makna yang agung ini dalam hadits qudsi berikut: "Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman: "Seorang hamba melakukan perbuatan
dosa, kemudian dia berdoa: "Ya Allah ampunilah dosaku". Maka Allah Azza
wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini
bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas perbuatan
dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya), kemudian hamba
itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya rabbku ampunilah dosaku". Maka
Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia
meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha) Mengampuni dan membalas
perbuatan dosa". (Maka Allah Azza wa Jalla pun mengampuni dosanya),
kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa: "Ya Tuhanku ampunilah
dosaku". Maka Allah Azza wa Jalla berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat
dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai rabb yang (Maha)
Mengampuni dan membalas perbuatan dosa, berbuatlah sesukamu wahai
hamba-Ku, maka sungguh Aku telah mengampunimu" . Yaitu: "selama kamu
terus bertobat, memohon dan kembali kepada-Ku".
Al-Ghaniy merupakan salah satu nama Allah Azza wa Jalla yang sangat
indah. Keindahannya terletak pada nama dan makna-Nya. Nama ini,
sebagaimana nama-nama Allah Azza wa Jalla lainnya, juga menunjukkan
sifat kesempurnaan bagi Allah Azza wa Jalla , yaitu Kesempurnaan yang
tidak mengandung unsur kelemahan sedikitpun ditinjau dari semua
sudutnya. Para ulama yang menghimpun nama-nama Allah Azza wa Jalla ,
mencantumkan nama ini di dalam kitab mereka. Imam al-Baihaqi (wafat
th.458 H) memasukkannya ke dalam bab nama-nama Allah Azza wa Jalla yang
penekanannya meniadakan penyerupaan antara Allah Azza wa Jalla dengan
makhluk-Nya. Sebagai dalil bahwa al-Ghaniy merupakan nama Allah Azza wa
Jalla . beliau membawakan firman Allah Azza wa Jalla : "Dan Allah-lah
yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan(Nya)".
Selanjutnya, beliau rahimahullah membawakan perkataan al-Hulaimi tentang
makna nama al-Ghaniy, yaitu: Bahwa Allah Azza wa Jalla Maha sempurna
dengan apa yang Dia miliki dan apa yang ada disisi-Nya, Sehingga Dia
tidak butuh kepada selain-Nya. Sifat tidak membutuhkan inilah yang
menjadi sifat Allah Azza wa Jalla , dan sifat membutuhkan adalah sifat
kekurangan. Seseorang yang membutuhkan adalah seseorang yang memerlukan
apa yang dibutuhkannya hingga dapat ia capai dan ia raih.
Begitu pula pujian Allah kepada para nabi dan rasul, mereka adalah
orang-orang yang telah diberi petunjuk dan dipilih Allah. Apabila
dibacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud
dan menangis. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya,
yang artinya: Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail
(yang tersebut) di dalam Al-Qur`an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang
benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh
ahlinya untuk (menegakkan) shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah
seorang yang diridhai di sisi Rabbnya. Dan ceritakanlah (hai Muhammad
kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur`an.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.
Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah
orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari
keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan
dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami
beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah
Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka tersungkur bersujud dan
menangis". Demikian pula pujian Allah terhadap para sahabat, bahwa
mereka bersikap keras tarhadap musuh-musuh Allah, tetapi berkasih sayang
terhadap sesama muslim. Mereka orang-orang yang banyak ruku' dan sujud
dalam mencari dan keridhaan Allah, sehingga memberi bekas pada wajah
mereka.
Karena al-Qâbidh dan al-Bâsith merupakan nama Allah Azza wa Jalla , maka
sepantasnya setiap muslim mengenalnya dan memahami serta menghayati
ma’nanya. Yaitu bahwa setiap rizki dan setiap kemudahan dalam hal apa
saja, hanya datang dari Allah Azza wa Jalla. Dan hanya milik Allah
Asma-ul Husna (nama-nama yang sangat indah), maka berdoalah kepada-Nya
dengan menyebut Asma-ul Husna itu. Berarti ia telah berdoa, dalam arti
seluas-luasnya kepada Allah, meliputi doa permohonan dan doa peribadatan
lain, dengan menyebut atau mengingat nama-nama Allah sesuai dengan
tuntutan ma’nanya. Wallahu A’lam. Yang tidak kalah pentingnya, tidak
mendendangkan Asmâ’ul Husnâ dalam lagu-lagu dan main-main, apalagi dalam
suasana ikhtilâth (campur) antara laki-laki dan perempuan. Tetapi
dengan sungguh-sungguh, khusyu’ dan tawadhu’. Dan tidak harus pula
menyebutkan Asmâ’ul husnâ itu secara keseluruhan sebanyak sembilan puluh
sembilan nama secara berurutan. Sebab tidak ada nash yang shahih yang
menyebutkan sembilan puluh sembilan nama itu secara berurut. Syaikh
Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Tidak benar
adanya penentuan urut-urutan nama-nama Allah ini dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. Hadits yang diriwayatkan dari Nabi n tentang
penentuan urut-urutan ini lemah”.
Tentang nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala , ada beberapa hal yang
harus kita pahami sebagaimana terdapat pada ayat di atas. Pertama :
Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama yang sangat
mulia lagi indah. Barang siapa yang tidak meyakini nama-nama Allah
Subhanahu wa Ta’ala , maka orang tersebut tidak beriman kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala secara utuh dan benar. Bila kita perhatikan, begitu
banyak ayat Al-Qur`ân yang ditutup dengan nama-nama Allah Subhanahu wa
Ta’ala . Dan makna nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut sangat
erat hubungannya dengan konteks ayat itu sendiri. Kedua : Nama-nama
Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut menggandung makna yang sangat
sempurna yang disebut sifat. Orang yang tidak meyakini tentang sifat
yang terkandumg dalam nama-nama Allah berarti ia telah melakukan
penyimpangan dalam beriman kepada Allah. Ketiga : Berdoa dan beribadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan nama-nama mulia itu. Untuk
mencapai kesempurnaan dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ,
ialah dengan memahami makna nama-mana Allah tersebut. Sehingga
menghadirkan rasa khusyu' dalam beribadah, karena saat beribadah
seolah-olah kita melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau kita merasa
sedang dilihat oleh-Nya.